Daerah Istimewa

Juli 2011

 Yogyakarta memang Istimewa seperti namanya. Setidaknya memang itulah yang ada di benak kami waktu itu. Setelah satu minggu pertama aku membebaskan diri dari pekerjaan untuk kemudian hitchike bersama kawan- kawan dari Himpunan Manusia Yakin, menuju Ujung Genteng, aku putuskan untuk melanjutkan perjalananku ke kota bernama Daerah Istimewa Yogyakarta. Uhuy!

 Cuti bagiku lebih kepada keinginanku untuk bersikap santun, bahwa benar, aku butuh waktu untuk pergi ke suatu tempat, bukan kepada aku yang butuh izin atasanku sehingga aku bisa pergi. Yoi.

 Kali ini aku melakukan perjalanan bersama kawanku yang lain, maunya dipanggil AM. Jadi kalau kamu panggil dia dengan sebutan yang lain, kamu gak perlu merasa dia sombong karena tidak menjawab panggilanmu. Dialah orangnya yang akan membayar pengamen dengan 2 ribu rupiah, agar dengan itu dia bisa request lagu pada penyanyinya.

Kami berangkat dari stasiun Cimahi (atau Bandung ya waktu itu) di waktu malam, sehingga tiba di Yogyakarta keesokan paginya. Bersyukurlah kami karena dapat duduk di bangku yang tidak empuk - empuk amat. Kamu harus tau, kalau kereta jaman baheula itu kursinya rebutan, pantat hilang kursi melayang men! Jadi wajar kalau bisa duduk saja itu sudah cukup untuk kamu merasa bersyukur waktu itu.

 Setibanya di Lempuyangan, kami langsung gak tau mau ke mana, anjir! hahaha

 "Malioboro weh kumaha em?" kataku, yang artinya "Maliobro aja gimana em?"

"Hayu!" katanya

Ternyata jarak Lempuyangan ke Malioboro tidak jauh, kata bapak ganteng yang nawarin taksi pada kami. Bapak itu cukup keren menurutku, ia pasti mengerti dari tampilan kami, benar- benar tidak menampilkan ciri- ciri manusia yang mau (mampu) naik taksi. Tapi dengan sikap khusnudzonnya, dia tetap berusaha untuk membuat kami merasa tersanjung sudah ditawari untuk itu.

Kamipun berjalan sampai ke Malioboro, bro! dan itu masih pagi, yang jualan juga masih sepi.

"Kalem, diuk heula" kata si AM

 Ada perpustakaan di depan kami yang belum buka, karena masih tutup. Yoi. Dan memang perpustakaan bukan tempat yang sering aku kunjungi, sama seperti Mall, selain untuk urusan yang sangat penting yaitu masalah seni, dalam bentuknya yang cair.

Kami sempat masuk ke sana, untuk kemudian berjalan ke sekitar Keraton yang ternyata artinya itu Keratuan, dan aku baru tahu artinya belakangan ini. Lantas berjalan lebih jauh untuk sampai di tempat yang luar biasa edan pisan keren bernama Taman Sari. Jeng! jeng! Itulah pertama kalinya kami ke sana, dan memang itu tempat yang asyik dan bagus. Lebih bagus lagi karena kami dengan secara tidak sengaja, tapi itu pasti Allah yang sudah tentukan, dapat teman ngobrol. Asik!

Tiba- tiba saja kakek keren mendekati kami, yang dengan lembutnya dan suaranya yang serak menjelaskan secara rinci apa yang nampak di hadapan kami. Ia mengajak kami berkeliling ke setiap penjuru, untuk dengan semangat menjelaskan apa yang ia ingat di sana.


"Edan, bageur kieu em" kataku "Gila, baik gini em" artinya

"Heueh, naha nya?" kata AM "Iya, kenapa ya?" artinya

"Curiga teu?" yang artinya "Curiga gak?"

"Lumayan"

"Sarua" (Sama)

Kalau Sudjiwo Tedjo pernah bilang Tuhan Itu Maha Asyik, Maha Bercanda, kukira itulah saatnya. 

"Sampun dik, sudah selesai kita keliling ke semua tempat" kata si kakek

"Asyik ya, keren" kataku. Si AM diem

"Mudah- mudahan adik ngerti, tolong bantuannya saja seikhlasnya" ucap si Kakek agak pelan


Anjrit! batinku, ternyata si kakek ini semacam tour guide lokal, tapi gak pernah bilang, sih. Dan beruntungnya si kakek ini juga gak pernah tanya, berapa uang kami. Hahahaha.

Kami patungan untuk kemudian mengumpulkan 20ribu rupiah yang kemudian ia tolak. Meninggalkan kami dengan perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan bahasa papua, karena kami belum belajar.

"Bener euy teu baleg, tadi urang ningali bapak eta teh keur ngadekeutan rombongan awewe nu bieu, tapi ujug- ujug ngadekeutan arurang weh." kata AM

"Hahahaha! baelah, bageur nya?"

"Lain bageur, arurang weh teu nyaho diri"

"Hahahaha"

"Kumaha deui, kan teu menta arurang mah"

"Yoi"

 Semoga kamu sehat selalu dan sejahtera sampai saat ini kek. Semoga aku punya kesempatan kembali ke sana dan bertemu denganmu, untuk kemudian aku menjadi tour guide untukmu. Biar impas, kan? Hahaha.

Petualangan berlanjut dengan keputusan untuk berjalan dari Taman Sari ke daerah Pundong, Bantul, rumah Kakek dan Nenekku. Kami tidak tahu jarak di antaranya sekitar 19km, yang kami tahu, kami yakin kami mampu tiba di sana, dengan berjalan! . Setidaknya itu keyakinan kami, sampai tiba di Jl Parangtritis, minum es campur, untuk dapat pencerahan kalau Pundong akan lebih manusiawi ditempuh menggunakan Bis umum ke arah Parangtritis.

"Hahahaha anjir gening murah" kata si AM

"gak nyangka yah.. 3 ribu saja coy" kataku setelah tiba di depan jalan menuju pasar Pundong.

"becak moal?"

"kagok, dekeut ti dieu mah"

"kemon!"

Kira- kira jam 8 malam kami tiba, untuk kemudian bertegur sapa dan keringatan, Bantul sedang panas malam itu. Senang rasanya bisa tiba di sana dengan usaha kami sendiri, atas izin Allah tentunya. Sebelum tidur aku ingat temanku "Si Ulo" pernah bilang rumahnya di Jogja. Aku kemudian menghubunginya dan berencana untuk menemuinya esok hari di Malioboro.

Kami pergi ke Malioboro dengan meminjam motor pamanku, kurasa, yang aku yakin, kami tidak kembali menggunakan tenaga nasi dengan berjalan kaki. Pertama kalinya kami mengunjungi Benteng Vredeburg, pertama kalinya juga kami di sana bertemu dengan anak lelaki bertubuh gempal, dengan alis Shinchan yang aku tau panggilannya "Ulo", yang berarti Ular dalam bahasa Jawa. Aku lupa kenapa dia memiliki panggilan itu, yang aku ingat dia memiliki kakak yang tampan dan jago bermain drum. Karena malamnya kami menginap di rumahnya untuk banyak bicara tentang apapun yang kami ingat waktu itu.

"sesok tak ajak nang Merapi wae piye?" kata Ulo

"ayok!" kataku semangat, AM sudah tidur duluan. 

"kok kakakmu ngganteng gak kaya kamu lo?"

"hahaha sialan kamu. Yaudah kita tidur, kan besok mau ke merapi"

"jawab dulu"

"mbuh! jancok!"

"hahahaha"


Merapi waktu itu masih belum lama dari erupsinya, perasaanku campur aduk saat itu, perasaan senang tentu untuk mengunjungi tempat yang belum pernah dikunjungi sebelumnya, bercampur rasa yang kurasa menekan, menyaksikan langsung betapa dahsyatnya kuasa Tuhan dalam bentuk-Nya yang tak pernah kurasakan sebelum hari itu.

Untuk mengingat apa yang terjadi selama di sana, bersama streaming Red Bull Art Of Motion 2016 yang sedang kudengar dan Richeese nabati coklat, kurasa aku sudah seharusnya banyak bersyukur atas kesempatan yang Allah berikan padaku sampai saat ini. Pertemuan dengan kawan- kawan yang baik, dan tempat yang luar biasa bermakna. Memang Yogyakarta istimewa tanpa harus ada embel- embel.

Kami kembali ke Cimahi menggunakan kereta ekonomi, lagi, dan betapa beruntungnya kami saat itu, untuk tidak mendapatkan tempat duduk sampai ke Cimahi! Yes! Memang Allah itu Maha Asyik.

Setelah kami berusaha mencari gerbong yang cukup lapang untuk kami meluruskan kaki di lantai, dan tidak menemukannya, seorang pria paruh baya memberi tahu kami ada gerbong yang kosong yang bisa kami tempati. Dan itu adalah gerbong yang benar- benar kosong! literally, mate! Tidak ada kursi atau apa, karena itu gerbong barang.

"epic anjir!" kataku

"hahaha asik euy!" kata AM

"pertama pisan ieu dapet gerbong barang di kereta ekonomi"

"aslina!"

Dengan beralaskan koran yang kami dapat dari penumpang lain, kamipun menikmati perjalanan kembalinya kami dari perantauan kami selama beberapa hari terakhir di Daerah Istimewa Yogyakarta! Terima kasih atas segala hal baik yang terjadi. Semoga selalu, hayu atuh!


Ketoprakvora, Ulo, AM


AM bersama Kakek favoritnya. Dibuat silhouette tanpa sengaja


Komentar